Hidup sering diibaratkan seperti putaran roda, putaran bianglala. Kadang di
atas, kadang di bawah. Kadang justru macet atau patah as-nya. Ini berarti,
bahwa tiada yang abadi dalam kehidupan ini, semua bisa berubah sesuai
kehendakNya. Bisa jadi hari ini kita berlimpah ruah harta atau bahagia, esoknya
jatuh miskin atau menderita. Yang sekarang sehat besok bisa jadi sakit. Yang
sekarang hidup, sedetik kemudian bisa saja mati.
Dipungkiri atau tidak, kita sering kali membayangkan posisi di atas saat kita hendak menaiki sebuah bianglala. Membayangkan sensasi ketika di atas, menikmati seluruh kota dari ketinggian dan sebagainya. Nyatanya begitu juga fitrah jiwa manusia yang kebanyakan cenderung mengarah pada kenikmatan- kenikmatan, membayangkan kebahagian, kesuksesan, mencapai puncak kejayaan. Dan saat kita sudah di atas seakan lupa bahwa ada posisi bawah yang mesti kita tempati, juga lupa bahwa kita harus bersiap untuk turun.
Allah sering mengingatkan kita dengan berbagai hal terkait hal itu. Bahwa hidup kita senantiasa berotasi. Allah mengingatkan kita dengan ayat kauniahnya berupa fenomena bergantinya siang dan malam dsb. Dan mewanti-wanti kita untuk senantiasa bersiap- siap dalam berbagai kondisi, hingga Rasulullah mengabarkan pada kita kalam pengingat tentang adanya 5 sebelum datangnya 5. Tentang kesiapan waktu lapang kita sebelum datangnya sempit, waktu sehat kita sebelum datang masa sakit, waktu kaya sebelum datang miskin , waktu muda sebelum tua dan waktu hidup sebelum mati.
Maka, tak pantas rasanya jika kita yang selama ini ada diatas merasa sombong, merasa akan terus menerus berada dalam kenyamanan dan kenikmatan. Pun untuk yang sedang diuji pada orbit paling bawah, jangan bersusah hati, akan ada masanya Allah menaikan posisi kita . Dan satu hal yang perlu kita pegang erat apapun dan dimana pun posisi kita adalah : posisi itu terbaik yang diberikan Allah pada kita. So, nikmati, sukuri dan tawakal. Bukankah saat naik bianglala dimanapun posisinya, kita masih bisa menikmati semilir angin, goyangan keranjangnya kan? 😊
Dipungkiri atau tidak, kita sering kali membayangkan posisi di atas saat kita hendak menaiki sebuah bianglala. Membayangkan sensasi ketika di atas, menikmati seluruh kota dari ketinggian dan sebagainya. Nyatanya begitu juga fitrah jiwa manusia yang kebanyakan cenderung mengarah pada kenikmatan- kenikmatan, membayangkan kebahagian, kesuksesan, mencapai puncak kejayaan. Dan saat kita sudah di atas seakan lupa bahwa ada posisi bawah yang mesti kita tempati, juga lupa bahwa kita harus bersiap untuk turun.
Allah sering mengingatkan kita dengan berbagai hal terkait hal itu. Bahwa hidup kita senantiasa berotasi. Allah mengingatkan kita dengan ayat kauniahnya berupa fenomena bergantinya siang dan malam dsb. Dan mewanti-wanti kita untuk senantiasa bersiap- siap dalam berbagai kondisi, hingga Rasulullah mengabarkan pada kita kalam pengingat tentang adanya 5 sebelum datangnya 5. Tentang kesiapan waktu lapang kita sebelum datangnya sempit, waktu sehat kita sebelum datang masa sakit, waktu kaya sebelum datang miskin , waktu muda sebelum tua dan waktu hidup sebelum mati.
Maka, tak pantas rasanya jika kita yang selama ini ada diatas merasa sombong, merasa akan terus menerus berada dalam kenyamanan dan kenikmatan. Pun untuk yang sedang diuji pada orbit paling bawah, jangan bersusah hati, akan ada masanya Allah menaikan posisi kita . Dan satu hal yang perlu kita pegang erat apapun dan dimana pun posisi kita adalah : posisi itu terbaik yang diberikan Allah pada kita. So, nikmati, sukuri dan tawakal. Bukankah saat naik bianglala dimanapun posisinya, kita masih bisa menikmati semilir angin, goyangan keranjangnya kan? 😊
Harits naik dermolen di WBL |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar