Kamis, 17 Januari 2019

Ke Pameran Tanpa Ibu


(*penaman karakter berani dan amanah)



          Pameran dalam rangka hari jadi Tuban dibuka lagi tahun ini. Ada pameran pendidikan, pesta kuliner, pameran dagang dan sebagainya. Pameran yang berpusat di sekitar GOR(Gedung Olah Raga) Tuban itu sungguh meriah.  Kemeriahanya pun bertambah karena tiap malam,  sekolah-sekolah di Tuban mempersembahkan tampilan di atas panggung hiburan secara bergantian. Puncak dari keramaian pameran adalah malam hari. Banyak warga menghabiskan malam bersama keluarga di sana.
          Di sekolah, teman-teman Harits bergantian bercerita tentang pengalaman mereka pergi ke pameran.  Mereka bercerita kalau disana ada banyak penjual makanan dan mainan, tontonan-tontonan seru yang sayang kalau dilewatkan. Mendengar itu, Harits pun ingin mengajak Ibu kesana.
          Sore itu Harits mengutarakan keinginannya. Ibu meggeleng. Musim hujan sudah tiba. Setiap sore, Tuban diguyur hujan. Ibu tidak bisa naik motor karena Ibu setahun lalu habis jatuh dari sepeda. Ia juga tak mungkin naik becak sendiri karena jarak GOR dan rumah Harits cukup jauh. Ia juga tidak bisa naik angkutan kota karena malam sudah tidak ada yang beroperasi.
          “Kata teman-teman pameran itu dibuka siang hari!” Rayu Harits
          “Iya, tapi Ibu harus nunggui mbah uti yang kurang sehat? kasihan mbah kalau Ibu harus tinggal sendirian”
          Harits menunduk sedih. Ia tak akan punya bahan cerita untuk diceritakan ke teman-temannya. Padahal ia sudah membayangkan bisa melihat atraksi ‘tong edan’ seperti yang di ceritakan Tegar. Dan bisa membeli mainan lego seperti milik Biyu atau Tas bergambar Tayo seperti milik Nehan.
          “Memangnya Harits mau beli apa disana?” Ibunya melanjutkan.
Harits melirik tas birunya. Uang tabungannya pasti cukup untuk beli tas pengganti tasnya yang lama.
“Emmm….kalau mau, Harits boleh pergi. Nanti Ibu minta tolong Pak Mar yang suka antar jemput kamu ke sekolah untuk mengantar dan menunggu.”
“Iya Bu, aku mau! Benar Bu, tidak apa-apa kan?” bola mata Harits bersinar.
Ibu mengangguk. “Kamu hanya perlu mengingat pintu masuk dan pintu keluar. Dan satu lagi, gunakan uang secukupnya, sesuai yang Harits butuhkan” Pesan Ibu pada Harits
“Baik  Bu, siap” Ujarnya riang.
***
          Ke pameran di siang hari itu memang rasanya kurang asyik. Tapi demi keinginannnya, Harits merasa itu tidak menjadi masalah.
          Area GOR dan sekitarnya sudah biasa Harits datangi bersama Ayah dan Ibu ketika mereka mengunjungi Car Free Day di hari minggu. Harits hafal jalan keluar dan masuk.
          Harits masuk melalui pintu gerbang bertuliskan Pameran Hari Jadi Tuban. Pak Mar menunggu di dekat penjual es dawet siwalan, minuman khas Tuban.
          “Pak Mar jangan kemana-mana ya!”pesan Harits
          Pak Mar mengangguk. Ibu sudah membawakan Harits uang. Harits juga membawa uang tabungannya. Ia rasa uang itu cukup untuk membeli beberapa makanan, mencoba permainan dan juga membeli barang yang sudah di rencanakan. Harits sudah kelas 4. Ibu sudah mengajarinya untuk belajar mengatur keuangan sendiri. 
          Kata Ibu, ia boleh mencoba 2 permainan. Harits memilih melihat ‘tong edan’ dan naik komedi putar. Di loket Harits membeli karcis, sepuluh ribu rupiah untuk tiket ‘ tong edan’ dan  sepuluh ribu rupiah untuk naik komedi putar. Dengan percaya diri ia ikut mengantri.
          Ibu juga mengajarinya untuk berani  ke suatu  tempat. Biasanya Ibu hanya mengawasi dari kejauhan. Dan saat ini  Harits pun sudah tidak takut lagi pergi sendiri di tempat umum.
          Setelah selesai menonton ‘tong edan’ dan naik komedi putar, Harits berbelok membeli makanan. Ia memilih membeli kue pukis dan jus alpukat kesukaannya.
          Setelah kenyang, tak lupa Harits pun berburu tas yang di idamkannya. Ia akan memberitahu Nehan bahwa tas mereka sekarang sama.
          Harits tersenyum sendiri. Nanti ia akan bercerita ke Ibu juga teman-teman kalau ke pameran sendiri itu gampang.
          Sambil bersenandung riang Harits keluar pintu yang ia yakini tempat ia masuk tadi. Matanya mencari-cari sosok Pak Mar. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Bahkan keningnya ikut berkerut mencari.
          Pak Mar tidak ada. Harits lalu berfikir, pasti ada yang salah. Maka Harits mulai mengingat bahwa tadi ia berhenti di depan gerobak jualan es dawet siwalan. Sekarang,  gerobak itu kok tidak ada.
          Harits masuk lagi dan mencari jalan keluar. Namun jalan keluar itu berbeda dari jalan tempat ia masuk. Harits kembali masuk dan berputar-putar mencari Pak Mar. Dan berjalan lagi mencari jalan keluar. Harits capek, ia hampir menangis.
          Harits pun ingat pesan Ibu, untuk berani mencari bantuan atau minta tolong jika mengalami kesulitan di tempat umum.
Ia pun mencari pusat informasi. Di sana ada pak satpam yang menerimanya. Tangisnya pecah dan berseru cemas “Saya mau pulang…..saya cari pak Mar nggak ada!” ujar Harits di tengah tangisnya.  
***
Tas berwarna merah bergambar Tayo itu Harits tunjukan pada Ibu sambil tertawa. Harits pulang diantar pak satpam sampai rumah.
Pak Mar datang menjelang sore dengan wajah sedih. Dengan cemas ia bilang kalau Harits menghilang. Pak Mar menjelaskan bahwa tadi ia sebentar meninggalkan tempat janjian mereka untuk pergi ke toilet. Dan gerobak tempat mereka janjian memang sudah pergi karena sudah habis.
Pak Mar mengucapkan beberapa kali kata maaf dengan wajah penuh rasa bersalah. 
Ibu tidak marah. Ibu menjelaskan bahwa Harits sudah pulang dengan selamat. Ibu bilang sudah memaafkan Pak Mar. Ibu juga berterima kasih pada Pak Mar sudah mau direpotkan menunggui Harits di pameran.    
          Harits keluar dan menyalami Pak Mar. Harits tersenyum pada Ibu dan pak Mar saat mengingat kejadian tadi.
          “Bagaimana Rits, suka dengan pengalamanmu tadi?” Tanya Ibu menggoda.
          Harits tersenyum mengangguk kemudian menggeleng.
“Suka…..tapi tidak mau mengulangi lagi,” ujarnya sambil memeluk Ibu.


#Cernak
#Cerita_karakter
#basedtruestory

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teras Puisi 2 (Tema Kemerdekaan)