Jumat, 25 Januari 2019

IBU, TELADAN TERBAIK BAGI PARA GURU



Tanggal 22 desember selalu diperingati hari Ibu,berbagai acara di gelar. Ribuan ucapan bertebaran di media social untuk menunjukan perhatian dan suka cita terhadap sosok ibu, yang saya yakin sangat berarti bagi semua orang yang menyandang gelar anak.  Sosok yang dalam Islam memiliki derajat yang lebih tinggi tiga kali dari seorang ayah. Sosok yang dinisbahkan bahwa surga ada ditelapak kakinya.
Namun ada beberapa hal yang kadang menggelisahkan. Saya khawatir bahwa peringatan ini hanya menjadi semacam ceremony yang miskin makna. Sebuah peringatan yang  harusnya  menjadi pelajaran bagi kita atas peran seorang  ibu.  Bukan peringatan yang hanya dirayakan dan mengagungkan nama ibu dalam sehari, tapi esensi kedepannya jutru jauh dari itu.
Maka, ada banyak nilai yang harusnya kita petik dari momen hari ibu ini. Sebagai guru kita harus belajar mengambil pelajaran dari sosok guru pertama dan utama ini yaitu IBU.
Dalam khasanah pendiddikan Islam, sosok ibu dikenal sebagai sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, sehingga para guru sebaiknya perlu merenungkan mengapa sosok ibu pantas disebut sekolah/guru pertama dan utama.
Setidaknya ada beberapa hal yang membuat kita para guru harus belajar pada sosok ibu. Pertama, sosok ibu adalah sosok yang terkenal dengan ketulusannya. Ketulusan dalam mendidik adalah hal penting di lakukan oleh guru. Ketulusan adalah energy yang membuat seorang guru mau dengan rela melakukan apapun untuk kemajuan anaknya. Ketulusan yang akan menghapus kelelahan dan kekesalan seorang guru ketika merasa ‘gagal’ mendidik muridnya. Ketulusan inilah yang membuat guru terkenal dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa. Ketulusan ini berkaitan dengan hati dan kebahagian. Kebahagian yang terpancar kala bisa mendidik murid dengan baik. Tetap bahagia mendidik meski kadang hasil belum sesuai harapan. Tetap bahagia mendidik meski hanya seberapa bahkan tak ada bayaran.
Kedua, seorang guru harus belajar dari sosok ibu tentang kasih sayang. Kasih sayang menjadi landasan seorang ibu merawat, mendidik, menasehati, dan membimbing serta mengarahkan. Kasih sayang  ibu tidak hanya dilihat dari tindakannya, tapi juga dari tatapan matanya dan gaya bicaranya. Di kelas, tatapan seorang guru adalah tatapan yang penuh kasih sayang bukan tatapan yang penuh penekanan apalagi kebencian. Ucapan seorang guru adalah ucapan kasih sayang, bukan ucapan penuh cacian apalagi penghinaan.
Ketiga, para guru harusnya belajar pada sosok ibu tentang kesabaran. Kesabaran seorang ibulah yang mampu membuat seorang anak belajar dari proses yang ada. Kesabaran seorang ibu tak akan membuat anak merasa terpaksa menguasai sesuatu. Maka, kesabaranlah yang membuat seorang pendidik tak berhenti memotivasi muridnya untuk terus berusaha. Kesabaran juga yang akan mengajarkan pendidik untuk menikmati setiap proses pendidikan, bukan jutru berorientasi pada hasil semata dengan cara instan.
Apa jadinya jka seorang ibu tidak pernah bersabar mengajarkan anaknya berjalan? Alih-alih mengajarkan berjalan dengan proses jatuh-bangun, bisa-bisa seorang pendidik akan memberikan cara-cara instan yang bahkan bisa jatuh dalam kecurangan karena tidak sabarnya mengikuti proses jatuh bangun yang harus dilewati muridnya.
 Keempat, yang perlu kita belajar dari sosok ibu adalah tentang kekuatan doa ibu. Ridho orang tua adalah rindonya Allah begitu kata sebuah hadits. Maka, doa seorang ibu adalah doa yang mampu menggetarkan pintu langit. Seorang ibu tak pernah putus mendoakan kebaikan dan kesuksesan bagi anaknya. Sehingga, kita sebagai pendidik, layak kiranya kita mencontohnya. Mendoakan murid-murid kita, untuk kebaikannya tanpa pilih kasih. Balaslah rasa ‘kesal dan marah’ kita dengan doa yang kita berikan untuk mereka.
Marilah kita belajar pada sosok ibunda seorang Imam Besar Masjidil Haram, Syaikh Abdurrahman As-Sudais. As-Sudais kecil dikenal sebagai sosok yang kerap membuat kesal orang tua, terutama ibundanya. Di kisahkan, pada suatu hari As-Sudais kecil bermain pasir dan di rumahnya kedatangan seorang tamu yang merupakan kawan orang tuanya. Saat Ibunda As-Sudais menyiapkan hidangan untuk tamunya dan kemudian menyajikanya,  masuklah sudais kecil kedalam rumah dan menaburkan pasir ke dalam hidangan yang sudah disiapkan ibunya. Lantas apakah yang dilakukan ibunya? Meski kaget dan penuh rasa marah, ibunda As-Sudais malah menganti kemarahannya dengan doa “Pergilah kau nak, semoga Allah menjadikanmu Imam Masjidil Haram” sebuah tindakan mulia yang dilakukan atas dasar ketulusan, kasih sayang dan kesabaran.
Banyak hal lain yang sebenarnya kita pelajari dari sosok ibu, namun empat hal di atas  sudahlah cukup untuk kita belajar, pun belum tentu kita dapat lakukan sebaik seorang ibu melakukannya. Marilah kita menjadi guru yang membuat nyaman murid kita sebagaimana kita nyaman bersama ibu kita. Marilah kita menjadi seorang guru yang terus belajar dari siapapun bahkan dari sosok ibu yang dekat dengan kita, ibu kita sendiri. Selamat hari ibu. 


*Sebuah renungan saya sebagai guru di Hari ibu 22 Desember 2018 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teras Puisi 2 (Tema Kemerdekaan)