Minggu, 20 Januari 2019

INI PILIHAN HIDUP!!*

buku antalogi pertama yang saya tulis bersama teman-teman "Laskar Geulis"









 Belajar merupakan hal yang seharusnya tak pernah berhenti untuk dilakukan, karena dengan belajar kita senantiasa berubah, berusaha mengulik hal yang dulu tak pernah dimengerti menjadi suatu hal yang sangat dipahami. Dengan belajar, manusia maknai hidup dari kesalahan yang pernah dilakukan untuk kemudian dicerna dan didur ulang. Dengan demikian kita terus berusaha untuk tidak siakan diri diombangkan waktu, menjadi stagnan secara mental. Dengan demikian kita terus belajar membentuk diri ini menjadi dewasa. Membentuk diri ini menjadi manusia.
             Bagi saya,menjadi ustadzah atau guru adalah salah satu diantara waktu pembelajaran yang    membuat saya takjub. Takjub atas banyaknya hal yang saya dapat, banyaknya perbaikan, dan otomatis, tentu banyaknya perubahan yang jujur saja membuat diri saya merasa bangga. Bangga atas diri sendiri dan bukan ditujukan untuk rendahkan orang lain, tak apa kan?. Saya bangga dengan hidup yang aku pilih saat ini. Menjadi seorang guru! Ya menjadi seorang guru. Profesi yang  tak pernah saya pikirkan sebelumnya. 
Mengingatnya saya jadi ingin tertawa. Ya, saya pun tertawa. Tepatnya mentertawakan diri saya, karena dulu saya tidak begitu tertarik dengan profesi ini. Profesi yang tak cukup bergensi bagi saya juga teman-teman. Satu profesi yang tak pernah masuk dalam kotak cita-cita anak jaman sekarang . Sampai saya pernah mengatakan pada diri saya”aku tidak mau jadi guru”. Setelah lulus SMA, saya baru merasakan susahnya mencari jurusan yang sesuai dengan kemampuan diri dan keuangan keluarga saya. Setelah gagal masuk akademi kesehatan karena alasan fisik yang tak mendukung, juga gagal masuk perguruan negeri dengan jurusan yang cukup bergensi tapi gagal karena keuangan keluarga yang tidak mendukung. Maka jadilah saya masuk jurusan “guru” yang secara kemampuan diri dan finansial masih dapat dijangkau.
  Saya kecewa waktu itu. Hingga  salah satu kakak saya yang memiliki nasib serupa, mengibur dalam kekecewaan saya”sudahlah..jangan kau iri dengan mereka-mereka yang berpunya, tapi yakin bahwa menjadi guru adalah jalan yang terbaik yang Allah pilihkan untukmu, berjuanglah demi bapak, seperti bapak memperjuangkan hidup kita...bukankah bahagia orang tua itu jalan terang untuk kesuksesan kita, ‘Nyesss..’kalimat itu membuatku luluh.
  Terkadang, seseorang  sering berfikir dua kali sebelum memutuskan untuk menjadi guru dan mengajar anak-anak apalagi anak-anak balita. Apalagi jika ada pilihan karir yang bagus. Menjadi guru dan mengajar buakanlah pilihan karir yang prestise, jarang yang mau memutuskan untuk jadi guru dan mengajar anak- anak, dengan segala kerepotannya.
            Dan kini saya berdiri disini, menjadi seorang guru. Guru bagi anakku sendiri juga guru bagi         murid-murid saya di sekolah. Profesi yang lambat laun begitu saya cintai. Saya belajar untuk menjadi guru yang baik.Bahkan, belajar menjadi guru bisa demikian menakjubkan.
            Banyak kalimat yang diucapkan oleh bapak saya terpatri di kepala, namun yang dulu tak pernah saya percaya adalah kalimat yang beliau ucapkan “mengajar itu satu kenikmatan, panggilan jiwa yang tak akan bisa kamu lawan”.Ketika itu saya tak merasakan dasyatnya makna dibalik kalimat itu. Tapi Sejak Juni 2005 lalu, hari ketika saya benar-benar berprofesi menjadi guru kalimat itu terngiang-ngiang di hati setiap kali melihat keceriaan anak-anak, melihat takjubnya mereka akan ilmu yang saya bagikan, tergiang-ngiang pangilan penuh cinta mereka. Kalimat itu baru benar-benar aku ketahui makna dan kebenarannya setelah saya menjadi seorang guru. Dengan menjadi guru, saya benar-benar bisa merasakan apa yang bapak atau para guru rasakan pada murid-muridnya, tentang rasa kasih sayang, makna cinta, perhatian, dan pengorbanan.
          Menjadi guru memang bukan sesuatu yang gampang, meskipun demikian,saya memberanikan mengambil keputusan ini. Beruntungnya lagi, Tuhan menempatkan saya disebuah sekolah bernama INSAN KAMIL ini.Semuanya berjalan cepat, namun durasi itu lambat laun makin membawa saya pada adegan slow motion di kehidupan saya. Kehidupan saya terasa melambat. Dalam pandangan mata saya, saya melihat diri saya yang  masih grogi berdiri didepan kelas menghadapi murid-murid saya, belajar mendekati mereka, memahami mereka, hingga panggilan ustadzah, yang setiap hari memenuhi gendang telinga saya, tangis mereka, tawa mereka, manja mereka, semua terangkum dan terjadi seperti slow motion tadi. Sangat lambat. saya menikmati setiap detik kebersamaan bersama mereka, saya mempelajari setiap gerak-gerik mereka, saya mempelajari kebiasaan mereka,memahami mereka hingga membuat saya merasa sayalah yang paling tahu tentang mereka.
             Terkadang, seseorang  sering berfikir dua kali sebelum memutuskan untuk menjadi guru dan mengajar anak-anak apalagi anak-anak balita. Apalagi jika ada pilihan karir yang bagus. Menjadi guru dan mengajar bukanlah pilihan karir yang prestise, jarang yang mau memutuskan untuk jadi guru dan mengajar anak- anak, dengan segala kerepotannya.
            Ketika saya benar-benar berdiri di depan kelas sebagai guru. saya mulai berpikir untuk memutuskan sesuatu. Ya, saya harus siap konsekuensinya. saya harus siap belajar, siap memantapkan hati, memberikan hati ini untuk mereka dan memulai semuanya dari awal.
Jadi guru itu harus siap dididik untuk menerima ilmu yang akan diberikan pada anak-anak, siap jadi sosok yang menyampaikan kebaikan, siap dikendalikan oleh akhlak untuk menjadi tauladan anak-anak”. Pesan seorang guru tawadhu’ kepada saya, yang sampai saat ini masih terus terngiang ditelinga saya.
            Dengan menjadi guru saya banyak belajar, belajar tentang banyak hal, belajar yang bukan hanya teori tapi ini belajar dari sesuatu nyata terpampang didepan saya. Pembelajaran yang mungkin tak pernah ada dan tak saya dapatkan di bangku kuliah manapun. Pembelajaran tentang makna keikhlasan, pengorbanan dan dedikasi.Inilah ‘universitas kehidupan’ saya. Diluar itu saya belajar banyak hal dari anak-anak. Bagi saya, anak-anak adalah guru terbaik saya. Dari mereka saya belajar mengeja makna kasih sayang, makna ketulusan , belajar membaca ayat-ayat kauniahnya Allah yang dibentangkan lewat mereka. Ketakjuban saya atas mereka, membuat saya banyak bersyukur dan bertadabur. Dari mereka saya dapatkan banyak sekali ilmu yang mungkin tak akan saya dapatkan kalau saya tak menjadi guru. Saya belajar menjadi guru mereka, orang tua, sahabat  mereka bahkan menjadi murid mereka.
Sejak itu, murni karir saya sebagai guru benar-benar saya nikmati, dan mungkin saya baru akan berhenti jika jasad ini sudah tak bisa berbuat  apa-apa lagi . saya akan tetap jadi guru, entah itu guru untuk murid-murid saya ataupun jadi guru untuk anak saya sendiri-ini yang terpenting-. “Saya tak kan berhenti mengajar” patri saya dalam hati. Karena saat ini, mengajar bukanlah urusan “ini pilihan karir” tapi benar adanya bahwa “ini pilihan hidup saya !”. Maka ketika saya harus berhenti mengajar dalam waktu 1,5 tahun karena suatu hal .pangillan jiwa itu meletup-letup hingga memaksa saya untuk membuat kelas kecil sendiri dirumah. Mengumpulkan anak-anak desa yang mau saya “ajar”. Itulah panggilan jiwa yang dikatakan bapak dulu, dan kini saya merasakannya.
            Kini menjadi guru,menjadi sebuah hal baru dalam hidup saya. Saya yang dulunya amat meremehkan ilmu pengasuhan anak, sekarang saya harus banyak belajar tentang itu, jika saya dulu dengan mudah melupakan sunah-sunah rasul dan akhlak-akhlak mahmudah, kini saya harus banyak berhati hati karena banyak ‘malaikat-malaikat’kecil yang siap mengawasi setiap gerak-gerik saya. Jika dulu susah sekali menghafal satu ayat ataupun asmaul husna, dengan mereka saya bisa melakukan semuanya. Dan masih banyak lagi.
              Yah!Siapa bilang jadi guru itu gampang? orang seringkali merendahkan profesi mulia ini. Menjadi guru sangat amat tidak menyenangkan bagi kebanyakan orang sekarang. Karena memang pada dasarnya menjadi guru itu bukan pekerjaan mudah dan sepele seperti yang dibayangkan. Dengan gaji yang diperoleh tak seberapa, tanggungan kerja yang luar biasa, menyiapkan perangkat pembelajaran,dan sebagainya. Butuh seribu kali lipat kesabaran, butuh seratus kali lipat stamina, dan butuh sejuta kali lipat keihklasan. Maka ketika seorang teman saya yang bekerja sebagai enterprenuer sukses bertanya ‘sekarang kerja dimana?’, dengan bangga saya akan menjawab “jadi ibu dan guru TK”. Bukankah memang sebagai guru menjadi salah satu  pekerjaan mulia, setelah kita melakukan kerja istimewa nan mulia sebagai ibu rumah tangga?.
           Wajar saja jika seorang guru  yang mendidik muridnya dengan ihklas sama mulianya dengan para ulama. Bahkan disebutkan bahwa guru itu salah satu warosatul ambiya’, pewaris para nabi. Karena merekalah  yang menyampaikan risalah kebenaran pada generasi-generasi mendatang. saya memandang anak-anak bukan hanya sebagai objek mengajar, tetapi juga investasi. Sebagai guru , saya ingin berinvestasi banyak hal pada anak dan murid-murid saya. saya ingin menitipkan ilmu, keyakinan, serta amal saya kepada mereka. saya ingin menorehkan lukisan tentang masa depan mereka, masa depan saya, masa depan bangsa ini tentunya. Masa depan yang tidak hanya berlaku di bumi melainkan di akhirat. saya berusaha memahat keindahannya selayaknya saya memahat diri saya sendiri. Berusaha memberi pelajaran terbaik bagi mereka di kehidupan yang akan berguna untuk akhiratnya. Sebisa mungkin memperlakukan mereka jauh lebih baik dari memperlakukan diri saya sendiri. Karena mereka investasi saya. Kepada mereka ridho Allah saya titipkan
          Ya, saya berharap Allah berkenan atas jalan yang saya pilih ini, menuntun saya untuk bisa menjadi orang tua dan guru yang bisa teriring doa.
Bismillahi tawakaltu ‘alallah...Ya Allah ijinkan saya beriktiar semampu hamba untuk menjadikan mereka anak yang sholih , cerdas..., hingga layak Engkau kumpulkan saya dengan mereka kelak bersama para Rasul dan Nabi-Mu, para syuhada, orang-orang soleh, serta orang-orang yang Engkau ridhai”, biarlah doa singkat  yang mungkin membumbung tinggi itu selalu mengikuti langkah saya. Saya berharap kelak  mereka akan menjadi manusia selayaknya rasul yang menyampaikan risalah, menyampaikan kalimat Tuhan, yang senantiasa berjalan lurus menuju Rabb-nya. Menjadi pemberat timbangan amal saya di yaumil akhir nanti.Amin.

(masuk dalam Buku antologi TEKO SANG GURU )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teras Puisi 2 (Tema Kemerdekaan)