Jumat, 22 Februari 2019

DAKWAH YANG AKAN DIMENANGKAN


Dalam sejumlah nash Al-Qur’an maupun hadist, banyak isyarat bahwa Islam akan kembali dimenangkan atas semua keyakinan, agama dan ideologi yang ada.  Khilafah Islam juga akan tegak kembali. Itulah janji Allah,Seperti yang digambarkan dalam nash ini :
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholih diantara kalian. Bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa dibumi. Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agamayang telah Dia ridhoi untuk mereka: dan akan menukar(keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan apapun  dengan Aku. Siapa saja yang(tetap)kafir sesudah(janji)itu, mereka itulah orang-orang yang fasik(an-Nur:55)

Tak hanya itu, tanda-tanda kemenangan itu pun sudah banyak kita indra dan kita rasakan semakin dekat, sebagai jawaban bisyaroh Allah dalam nash-nash yang di kabarkan pada kita.  Sehingga digambarkan juga oleh Syekh Taqiyudin bahwa kemenangan itu amat dekat, hanya sekedipan mata. Sekarang, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menyikapi janji Allah itu.

Dalam menyikapi janji Allah ini Nabi SAW dan para sahabat tidak diam dan menyerahkan diri pada nasib, melainkan berjuang keras menyampaikan wahyu, membina masyarakat, bahkan harus menanggung cacian dan ancaman pembunuhan. Beliau senantiasa menyampaikan dakwah hingga masyarakat beriman. Disamping terus-menerus berdakwah Rasulullah dan para sahabat  senantiasa memperkuat diri  dengan amalan sholih(kekuatan ruhiyah),  amalan sholih yang dapat mengantarkan pada kondisi datangnya janji Allah kepada mereka. 

Kita harus bersikap sebagaimana Rasulullah SAW pertama;kita harus meyakini datangnya janji Allah tersebut(tsiqoh bi wa’dillah). Karena  Ini bagian dari aqidah. Kedua; kita harus melakukan berbagai upaya yang dapat mengantarkan kita pada turunya pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT. Hal ini dalam rangka memenuhi seruan Allah dalam surat Muhammad 7: Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian. Imam Ibn Katsir menyatakan ayat ini menunjukan bahwa balasan itu sesuai denagn apa yang dikerjakan. Pada sisi lain, ayat tersebut menegaskan bahwa ’menolong agama Allah’ merupakan syarat bagi’datangnya pertolongan dan kemenangandari Allah SWT’. Karenanya, kewajiban kita adalah memenuhi syarat itu yaitu menolong agamanya Allah dengan menjadi pengemban dakwah.

Sebagai penginggat, bahwa banyak nash Alquran maupun Hadits yang memerintahkan kewajiban berdakwah ini. Allah SWT, antara lain, berfirman: Kaum Mukmin laki-laki dan wanita itu sebagian mereka adalah penolong sebagian yang lain; mereka melakukan amar makruf nahi mungkar… (TQS at-Taubah [9]: 71); Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, melakukan amar makruf nahi munkar, dan beriman kepada Allah… (TQS Ali Imarn [3]: 110); “Wahai anakku, dirikankanlah shalat dan lakukanlah amar makruf nahi mungkar…” (TQS Luqman [31]: 17).

Baginda Rasulullah SAW juga bersabda, “Tidak seorang nabi pun yang Allah diutus di tengah-tengah umatnya sebelumku, kecuali ia memiliki hawariyyun (para penolong) dan orang-orang yang selalu terikat dengan sunnah-sunnahnya. Mereka selalu mengikuti perintahnya. Namun kemudian, setelah mereka ada golongan umat yang melakukan penyimpangan. Mereka menyatakan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa tidak diperintahkan kepada mereka. Siapa saja yang berusaha mencegah mereka dengan tangannya, dia adalah Mukmin. Siapa saja yang berusaha mencegahnya dengan lisannya, dia adalah Mukmin. Siapa saja yang berusaha mencegahnya dengan kalbunya, dia adalah Mukmin. Di luar itu, tidak ada keimanan sedikit pun, meski sebesar biji sawi.” (HR Muslim).dan masih banyak lagi.

Karena itulah, aktivitas amar makruf nahi munkar(dakwah) adalah aktivitas terpenting di dalam syariah yang dibawa Baginda Nabi Muhammad SAW. Bahkan dengan aktivitas inilah umat Muhammad  diberi oleh Allah banyak kemulian. Mereka diberi predikat pewaris nabi. Karena, merekalah yang mewarisi risalah yang pernah diemban oleh para nabi dan Rasul. Dan  yang mendapatkan predikat ini tentu saja mereka yang mengamalkan dan mendakwahkan ilmu mereka(al-ulama’al-‘amilun). Sebab jika mereka sekedar berilmu, tapi tidak mengamalkan dan mendakwahkan ilmunya, kedudukan mereka justru hina dimata Allah, bahkan akan mendapatkan azab yang sangat keras. “Manusia yang akan merasakan azab yang paling keras paha hari kiamat adalah ulama yang dengan ilmunya, Allah tidak memberinya manfaat”(HR Ibn Majah)Disamping itu, banyak dorongan sekaligus pujian dari Allah dan RasulNya yang ditujukan kepada para  pengemban dakwah dan penyampai hidayah Allah. Rasulullah SAW misalnya bersabda sebagaiman yang dituturkan Abu Hurairah:
Siapa saja yang menyeru manusia pada hidayah, maka ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh oleh orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka(HR Muslim)

Sebuah Refleksi
Banyak dari kita faham akan kewajiban-kewaiban diatas. Dan sudah menjadi bagian dari dakwah itu , tapi terkadangterbesit pertanyaan: Mengapa kemenangan dakwah tak kunjung datang, padahal kita telah menjadi bagian dari dakwah?hizb juga sudah semakin lama semakin matang? Mengapa nashrullâh tak kunjung turun, padahal perjuangan dakwah ini sudah berjalan puluhan tahun? Mengapa Khilafah tak kunjung tegak berdiri, padahal jamaah dakwah ini, selama ini, konsisten mengikuti manhaj Nabi saw?dll. Tidak jarang, pertanyaan-pertanyaan semacam ini memunculkan keraguan dalam jiwa terhadap kesahihanfikrah (pemikiran) dan tharîqah (metode dakwah) yang selama ini ditempuh . Tidak jarang pula pertanyaan-pertanyaan di atas membersitkan ketidak-tsiqah-an pengmban dakwah itu terhadap harakah dakwah sekaligus qiyâdah-nya.

Pertanyaan-pertanyaan di atas sebetulnya wajar, bahkan harus selalu menjadi bahan tafakur dan renungan setiap pengemban dakwah. Namun, sudah selayaknya pertanyaan-pertanyaan itu juga memunculkan sikap kritis terhadap diri kita. Sudahkah kita menjadi pengemban dakwah sejati sebagaimana Rasulullah saw. dan para Sahabatnya? Sebab, jangan-jangan tertundanya nashrullâh dan tak kunjung tegaknya Khilafah adalah karena kualitas dakwah dan keimanan maupun ketakwaan kita yang masih sangat jauh dibandingkan dengan generasi salafus-shâlih dulu. 
Jika semua itu yang menjadi faktor mengapa nashrullâh, kemenangan dan Khilafah tak kunjung segera terwujud, maka tidak ada cara lain selain kita harus bersungguh-sungguh dalam dakwah dan segera  bertobat dengan tawbat[an] nashûha; kembali pada Allah dengan meningkatkan kualitas keaimanan dan ketakwaan kita. Sebagaimana generasi salafus-shâlih mencontohkan.

Bersungguh-sungguh dalam Dakwah 
Rasulullah dan para sahabatnya adalah orang-orang yang tidak pernah mengenal lelah dalam menyampaikan risalah Islam,meskipun mereka harus mengorbankan sebagian besar waktu, tenaga, pikiran, harta benda, keluarga, bahkan nyawa sekalipun.mereka adalah orang-orang yang senantisa  menjadikan dakwah sebagai poros hidup mereka, bahkan yang menentukan’hidup-mati’mereka.

Rasulullah SAW dan para sahabat adalah orang-orang yang menomersatukan dakwah ketimbang urusan-urusan diluar dakwah yang bersifat duniawi. Mereka bukanlah tipikal orang-orang yang banyak disibukkan waktunya untuk mencari dunia(kecuali sekedar memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya saja). Mereka juga tidak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, meskipun mubah/halal. jika tidak, mana mungkin mereka berhasil menyebarluaskan Islam keseluruh jazirah Arab dalam waktu singkat?Ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para pengemban dakwah saat ini, apalagi mereka yang ingin meraih kemenangan, yang  mencita-citakan tegaknya kembali Khilafah Islam.
Sesungguhnya saat ini, banyak diantara kita  yang mengklaim sebagai pengemban dakwah, bahkan menjadi anggota jama’ah dakwah, hanya memposisikan diri layaknya kaum muslim kebanyakan; sebatas hanya menjadi pendengar saja. Mereka semata-mata rajin menghadiri halaqah, liqa’, seminar, atau banyak membaca buletin, tetapi tidak ada aktivitas dakwah yang dilakukan kecuali hanya sedikit sekali.Mereka merasa cukup dengan itu. Inilah yang menjadi bahaya  manakala hal itu menyusup ke dalam tubuh para pengemban dakwah. Mengutip sebuah istilah kondisi mereka digambarkan bahwa mereka enggan memanaskan diri dengan bara api yang menyala. Memang, bara api itu akan membakar orang yang menggenggamnya, tapi tidaklah ia membakar melainkan akan membersihkan segala kotoran-kotoran yang ada pada dirinya. Seperti api yang membersihkan emas dari pengotornya.. Padahal mereka menyadari dengan baik sabda rasul berikut :Allah Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik saja.(HR Muslim, at-Tirmidzi, dan Ahmad).

Sebagaimana Allah tidak menerima makanan jelek yang kita sedekahkan, Allah juga pasti tidak akan menerima amalan kita yang jelek yang kita berikan bagi Islam. Bukankah aktivitas dakwah yang minimalis adalah bagian dari sesuatu yang jelek?sebab, sesungguhnya Islam menghendaki dari diri kita pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang optimal serta harta yang baik. Islam menghendaki segala sesuatunya yang terbaik dari diri kita. Tidakkah kita melihat bagaimana Abu Bakar ash-shidiq yang menginfakkan seluruh hartanya dialan Allah dan jalan dakwah Islam/ ketika beliau  melakukan itu, beliau ditanya Rasulullah “apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abu Bakar?” beliau hanya menjawab”Aku meninggalkan bagi mereka Allah dan RasulNya.

Demikianlah, sesungguhnya Islam menghendaki dari setiap muslim waktunya, hartanya, tenaganya, semangatnya, rumahnya, mobilnya, bahkan hidupnya. Sesungguhnya Islam menghendaki setiap muslim’menjual’dirinya kepada Allah dan memberikan setiap hari sesuatu yang baru bagi Islam. Tidakkah kita melihat bagaimana kesungguhan Mus’ab bin Umair dalam berdakwah?Mus’ab setiap hari dalam hidupnya senantiasa memberikan kontribusi baru bagi Islam didalam dakwah dan jihad yang dilakukannya. Beliau adalah Da’i pertama dalam Islam dikota Madinah. Ditangannyalah sebagian besar penduduk Madinah berhasil di Islamkan. Dia adalah peletak pertama pondasi Negara Islam Mainah.

Lalu bagaimana dengan kita? Sudah berapa orang kita Islamkan? Sudah berapa puluh orang Islam yang berhasil kita ajak memasuki barisan dakwah Islam?apakah kita telah berusaha keras untuk memahami Islam, mengamalkan dan mendakwahkannya?berapa banyak harta yang kita infaqkan setiap minggunya untuk kepentingan dakwah Islam?berapa malam setiap minggunya kita memikirkan aktivitas demi kebangkitan Islam atau kemajuan Islam dikota tempat tinggal kita?berapa kali kita melakukan amar makruf nahi munkar setiap harinya?demikian seterusnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu penting kita tanyakan pada diri kita untuk mengukur sejauh mana kita telah mengorbankan diri kita untuk Allah. Lihatlah oleh kita seorang pekera pabrik, seandainya dia tidak melakukan apapun;dia tidak bekerja selain mengisi daftar hadir pada pagi hari dan pulang disore hari, kira-kira apa yang dihasilkan olehnya?. Demikian juga seseorang yang sekedar’terdaftar’sebagai anggota Jama’ah dakwah, sementara tidak ada atau sedikit yang ia lakukan untuk dakwah dan jama’ahnya. Dia sekedar hadir disetiap halaqah dan tidak ada aktivitas lain yang dilakukannya selain halaqah;apa yang dihasilkan dari dirinya dan apa pula yang disumbangkannya bagi dakwah islam?. Mari kita renungkan!

Mengikat Kemenangan dengan Kekuatan Ruhiyah
Rasulullah saw. dan para Sahabatnya, juga generasi salafush-shâlih setelah mereka, meraih kemenangan demi kemenangan atas musuh-musuh mereka karena mereka senantiasa berpegang teguh pada agama ini.

Di dalam banyak kitab Sîrah telah diriwayatkan bahwa musuh mana pun tidak sanggup bertahan lama menghadapi para Sahabat Rasulullah saw., bahkan Kerajaan Romawi sekalipun, yang saat itu merupakan sebuah ‘negara adidaya’.

Mengapa pasukan Romawi bisa dikalahkan oleh kaum Muslim? Inilah yang juga menjadi pertanyaan Heraklius, penguasa Romawi saat itu. Saat berada di Antakiah dan pasukan Romawi pulang dalam keadaan kalah menghadapi kaum Muslim, Heraklius berkata kepada pasukannya, “Celaka kalian! Jelaskan kepadaku tentang orang-orang yang berperang melawan kalian? Bukankah mereka juga manusia seperti kalian?!”
“Benar,” jawab pasukan Romawi.
“Siapa yang lebih banyak pasukannya, kalian atau mereka?”
“Kami lebih banyak pasukannya beberapa kali lipat di semua tempat.”
“Lalu mengapa kalian bisa dikalahkan?” Tanya Heraklius lagi.

Salah seorang tokoh Romawi berkata, “Karena mereka biasa melakukan salat malam, berpuasa pada siang hari, menepati janji, melakukan amar makruf nahi mungkar dan berlaku adil kepada sesama mereka. Sebaliknya, kita biasa minum minuman keras, berzina, melakukan keharaman, ingkar janji, merampok, menzalimi orang, memerintahkan hal-hal haram, melarang hal-hal yang diridhai Tuhan serta membuat kerusakan di muka bumi.”
Kepada tokoh itu, Heraklius berkata, “Kamu benar!” (Diriwayatkan oleh Ahmad bin Marwan al-Malik, dalam kitab Al-Bidâyah (VII/15); juga oleh Ibnu Asakir).

Sebab-sebab pembawa kemenangan juga pernah dijelaskan oleh salah seorang intel Romawi yang dikirim untuk menyelidiki kondisi kaum muslim,ia berkata “Mereka adalah ‘para biarawan’ (para ahli ibadah) pada malam hari dan para pendekar ulung pada siang hari. Jika anak penguasa mereka mencuri, mereka memotong tangannya, dan jika ia berzina, mereka merajamnya, untuk menegakkan kebenaran di tengah-tengah mereka.”(Diriwayatkan Al-Baihaqi, dalam As-Sunan al-Kubrâ, VIII/175).

Jelas, kemenangan generasi Muslim terdahulu adalah karena keteguhan mereka dalam berpegang teguh dengan agama ini. Sebaliknya, kekalahan yang mereka alami adalah karena kebalikannya.Jika kita menelaah Perang Uhud, misalnya, kita akan menemukan bahwa sebab kekalahan kaum Muslim di dalamya ialah karena perilaku sebagian kecil dari mereka yang tidak menaati perintah Rasulullah saw. Sebagian pasukan pemanah tidak disiplin,mereka bermaksiat terhadap perintah Rasulullah saw. Akibatnya, 70 orang Sahabat terbunuh; perut mereka dibelah; hidung dan telinga mereka dimutilasi; Rasulullah saw. sendiri terluka, wajah Beliau tergores, dan sebagian gigi beliau rontok.

Maka, ketika kemenangan dakwah kita tak kunjung datang, kita harus mencoba bermuhasabah. Karena boleh jadi, semua itu berpangkal pada kemaksiatan kita, bukan karena ketidaksahihan fikrah dan tharîqah dakwah kita. Mungkin selama ini kita belum bisa menjaga kejernihan akal-pikiran kita; belum bisa memelihara kebersihan hati kita dari penyakit riya, ujub, sombong, ambisi jabatan, dll; belum mampu melindungi pandangan kita dari hal-hal yang haram; belum sanggup menjaga lisan kita dari ucapan-ucapan yang tidak berguna; dan belum dapat mengendalikan anggota tubuh kita dari perilaku maksiat. Mungkin selama ini kita juga sering melalaikan akad, mengkhianati amanah (terutama amanah dakwah) serta melanggar janji dan sumpah (terutama untuk taat dan patuh pada qiyâdah atas nama Allah).Astagfilullah..Na’udhubillah min dzalik.

Umat yang sudah berada dalam kesuraman ini membutuhkan cahaya yang benderang dari para pengemban dakwah. Jika pengemban dakwahnya juga turut meredupkan cahaya agama ini, maka bagaimana umat bisa kembali ke jalan kebenaran?
 
KHATIMAH
Maka saatnya menjadikan diri kita sebagai penggenggam bara api yang menyala. Karena semua pengorbanan diri dihadapan Allah tidaklah sia-sia. Kemuliaan dan kebangkitan umat akan terwujud dengan kejernihan ruhiyah dan ketegasan pemikiran serta sikap kesungguhan para pengemban dakwahnya 

Jalan dakwah adalah jalan pertarungan yang tak hanya membutuhkan kesungguhan, tapi mereka juga  harus menyokong dengan kekuatan ruhiyahnya. Meskipun jalan yang ditempuh berat, berduri dan berliku. Tapi itulah jalan menuju kemenangan sejati.“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”(QS. ali-Imran: 142). Maka saatnya beroptimis dengan janji Allah dan teruslah berjuang dengan modal kesungguhan keimanan kita. semoga nasrullah itu akan segera datang dengan tegaknya syariah dan khilafah. Astagfiruka ya Rob, ‘ala kulli dzunub wa’ala kulli khotoya.. Semoga ini menjadi peringatan untuk kami,sehingga kami mampu menilai kualitas keimanan dan ketaqwaan serta dakwah kami untuk memenuhi syarat untuk disebut sebagai penolong agamaMU hingga layak kami mendapatkan Rahmat dan Ridho-Mu.



Bahan bacaan:

-   Al-Qur’an
-   KitabTakatulHizbi
-   Kitab”khamiludDakwahwajibawasifa”
-   www. Hizbut-tahrir.or.id
-   kitab”minmuqowimatnafsiyahIslamiyah
-   dansumber-sumberlainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teras Puisi 2 (Tema Kemerdekaan)