Dalam sejumlah nash Al-Qur’an maupun
hadist, banyak isyarat bahwa Islam akan kembali dimenangkan atas semua
keyakinan, agama dan ideologi yang ada.
Khilafah Islam juga akan tegak kembali. Itulah janji Allah,Seperti yang
digambarkan dalam nash ini :
“Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman dan beramal sholih diantara kalian. Bahwa Dia
benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa dibumi. Sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi
mereka agamayang telah Dia ridhoi untuk mereka: dan akan menukar(keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka
tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan apapun dengan Aku. Siapa saja yang(tetap)kafir
sesudah(janji)itu, mereka itulah orang-orang yang fasik(an-Nur:55)
Dalam menyikapi janji Allah ini Nabi SAW dan para sahabat tidak diam dan menyerahkan diri pada nasib, melainkan berjuang keras menyampaikan wahyu, membina masyarakat, bahkan harus menanggung cacian dan ancaman pembunuhan. Beliau senantiasa menyampaikan dakwah hingga masyarakat beriman. Disamping terus-menerus berdakwah Rasulullah dan para sahabat senantiasa memperkuat diri dengan amalan sholih(kekuatan ruhiyah), amalan sholih yang dapat mengantarkan pada kondisi datangnya janji Allah kepada mereka.
Karena itulah, aktivitas amar makruf nahi munkar(dakwah) adalah aktivitas terpenting di dalam syariah yang dibawa Baginda Nabi Muhammad SAW. Bahkan dengan aktivitas inilah umat Muhammad diberi oleh Allah banyak kemulian. Mereka diberi predikat pewaris nabi. Karena, merekalah yang mewarisi risalah yang pernah diemban oleh para nabi dan Rasul. Dan yang mendapatkan predikat ini tentu saja mereka yang mengamalkan dan mendakwahkan ilmu mereka(al-ulama’al-‘amilun). Sebab jika mereka sekedar berilmu, tapi tidak mengamalkan dan mendakwahkan ilmunya, kedudukan mereka justru hina dimata Allah, bahkan akan mendapatkan azab yang sangat keras. “Manusia yang akan merasakan azab yang paling keras paha hari kiamat adalah ulama yang dengan ilmunya, Allah tidak memberinya manfaat”(HR Ibn Majah)Disamping itu, banyak dorongan sekaligus pujian dari Allah dan RasulNya yang ditujukan kepada para pengemban dakwah dan penyampai hidayah Allah. Rasulullah SAW misalnya bersabda sebagaiman yang dituturkan Abu Hurairah:
Siapa saja yang
menyeru manusia pada hidayah, maka ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh
oleh orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka(HR Muslim)
Sebuah Refleksi
Banyak dari
kita faham akan kewajiban-kewaiban diatas. Dan sudah menjadi bagian dari dakwah
itu , tapi terkadangterbesit pertanyaan: Mengapa kemenangan dakwah tak kunjung
datang, padahal kita telah menjadi bagian dari dakwah?hizb juga sudah semakin
lama semakin matang? Mengapa nashrullâh tak kunjung turun, padahal perjuangan
dakwah ini sudah berjalan puluhan tahun? Mengapa Khilafah tak kunjung tegak
berdiri, padahal jamaah dakwah ini, selama ini, konsisten mengikuti manhaj Nabi
saw?dll. Tidak jarang, pertanyaan-pertanyaan semacam ini memunculkan keraguan
dalam jiwa terhadap kesahihanfikrah (pemikiran)
dan tharîqah (metode dakwah) yang selama ini
ditempuh . Tidak jarang pula pertanyaan-pertanyaan di atas membersitkan
ketidak-tsiqah-an
pengmban dakwah itu terhadap harakah dakwah sekaligus qiyâdah-nya.Jika semua itu yang menjadi faktor mengapa nashrullâh, kemenangan dan Khilafah tak kunjung segera terwujud, maka tidak ada cara lain selain kita harus bersungguh-sungguh dalam dakwah dan segera bertobat dengan tawbat[an] nashûha; kembali pada Allah dengan meningkatkan kualitas keaimanan dan ketakwaan kita. Sebagaimana generasi salafus-shâlih mencontohkan.
Bersungguh-sungguh dalam Dakwah
Rasulullah
dan para sahabatnya adalah orang-orang yang tidak pernah mengenal lelah dalam
menyampaikan risalah Islam,meskipun mereka harus mengorbankan sebagian besar
waktu, tenaga, pikiran, harta benda, keluarga, bahkan nyawa sekalipun.mereka
adalah orang-orang yang senantisa menjadikan
dakwah sebagai poros hidup mereka, bahkan yang menentukan’hidup-mati’mereka.
Rasulullah
SAW dan para sahabat adalah orang-orang yang menomersatukan dakwah ketimbang
urusan-urusan diluar dakwah yang bersifat duniawi. Mereka bukanlah tipikal
orang-orang yang banyak disibukkan waktunya untuk mencari dunia(kecuali sekedar
memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya saja). Mereka juga tidak
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat,
meskipun mubah/halal. jika tidak, mana mungkin mereka berhasil menyebarluaskan
Islam keseluruh jazirah Arab dalam waktu singkat?Ini seharusnya menjadi
pelajaran bagi para pengemban dakwah saat ini, apalagi mereka yang ingin meraih
kemenangan, yang mencita-citakan
tegaknya kembali Khilafah Islam.
Sesungguhnya
saat ini, banyak diantara kita yang
mengklaim sebagai pengemban dakwah, bahkan menjadi anggota jama’ah dakwah,
hanya memposisikan diri layaknya kaum muslim kebanyakan; sebatas hanya menjadi
pendengar saja. Mereka semata-mata rajin menghadiri halaqah, liqa’, seminar,
atau banyak membaca buletin, tetapi tidak ada aktivitas dakwah yang
dilakukan kecuali hanya sedikit sekali.Mereka merasa cukup dengan itu. Inilah yang menjadi bahaya manakala hal itu menyusup ke dalam tubuh para
pengemban dakwah. Mengutip sebuah istilah kondisi mereka digambarkan bahwa
mereka enggan memanaskan diri dengan bara api yang menyala. Memang, bara api
itu akan membakar orang yang menggenggamnya, tapi tidaklah ia membakar
melainkan akan membersihkan segala kotoran-kotoran yang ada pada dirinya.
Seperti api yang membersihkan emas dari pengotornya..
Padahal mereka menyadari dengan baik sabda rasul berikut :Allah Mahabaik dan
tidak menerima kecuali yang baik-baik saja.(HR Muslim, at-Tirmidzi, dan
Ahmad).
Demikianlah,
sesungguhnya Islam menghendaki dari setiap muslim waktunya, hartanya,
tenaganya, semangatnya, rumahnya, mobilnya, bahkan hidupnya. Sesungguhnya Islam
menghendaki setiap muslim’menjual’dirinya kepada Allah dan memberikan setiap
hari sesuatu yang baru bagi Islam. Tidakkah kita melihat bagaimana kesungguhan
Mus’ab bin Umair dalam berdakwah?Mus’ab setiap hari dalam hidupnya senantiasa
memberikan kontribusi baru bagi Islam didalam dakwah dan jihad yang
dilakukannya. Beliau adalah Da’i pertama dalam Islam dikota Madinah.
Ditangannyalah sebagian besar penduduk Madinah berhasil di Islamkan. Dia adalah
peletak pertama pondasi Negara Islam Mainah.
Lalu
bagaimana dengan kita? Sudah berapa orang kita Islamkan? Sudah berapa puluh
orang Islam yang berhasil kita ajak memasuki barisan dakwah Islam?apakah kita
telah berusaha keras untuk memahami Islam, mengamalkan dan mendakwahkannya?berapa
banyak harta yang kita infaqkan setiap minggunya untuk kepentingan dakwah
Islam?berapa malam setiap minggunya kita memikirkan aktivitas demi kebangkitan
Islam atau kemajuan Islam dikota tempat tinggal kita?berapa kali kita melakukan
amar makruf nahi munkar setiap harinya?demikian seterusnya.
Pertanyaan-pertanyaan
itu penting kita tanyakan pada diri kita untuk mengukur sejauh mana kita telah
mengorbankan diri kita untuk Allah. Lihatlah oleh kita seorang pekera pabrik,
seandainya dia tidak melakukan apapun;dia tidak bekerja selain mengisi daftar
hadir pada pagi hari dan pulang disore hari, kira-kira apa yang dihasilkan
olehnya?. Demikian juga seseorang yang sekedar’terdaftar’sebagai anggota
Jama’ah dakwah, sementara tidak ada atau sedikit yang ia lakukan untuk dakwah
dan jama’ahnya. Dia sekedar hadir disetiap halaqah dan tidak ada aktivitas lain
yang dilakukannya selain halaqah;apa yang dihasilkan dari dirinya dan apa pula
yang disumbangkannya bagi dakwah islam?. Mari kita renungkan!
Mengikat Kemenangan dengan Kekuatan Ruhiyah
Rasulullah
saw. dan para Sahabatnya, juga generasi salafush-shâlih setelah mereka, meraih
kemenangan demi kemenangan atas musuh-musuh mereka karena mereka senantiasa
berpegang teguh pada agama ini.
“Benar,” jawab pasukan Romawi.
“Siapa yang lebih banyak pasukannya, kalian
atau mereka?”
“Kami lebih banyak pasukannya beberapa kali
lipat di semua tempat.”
“Lalu mengapa kalian bisa dikalahkan?” Tanya Heraklius lagi.
Salah seorang tokoh Romawi
berkata, “Karena
mereka biasa melakukan salat malam, berpuasa pada siang hari, menepati janji,
melakukan amar makruf nahi mungkar dan berlaku adil kepada sesama mereka.
Sebaliknya, kita biasa minum minuman keras, berzina, melakukan keharaman,
ingkar janji, merampok, menzalimi orang, memerintahkan hal-hal haram, melarang
hal-hal yang diridhai Tuhan serta membuat kerusakan di muka bumi.”
Kepada tokoh itu, Heraklius
berkata, “Kamu benar!” (Diriwayatkan oleh Ahmad bin Marwan
al-Malik, dalam kitab Al-Bidâyah (VII/15); juga oleh Ibnu Asakir).
KHATIMAH
Maka saatnya
menjadikan diri kita sebagai penggenggam bara api yang menyala. Karena semua
pengorbanan diri dihadapan Allah tidaklah sia-sia. Kemuliaan dan kebangkitan
umat akan terwujud dengan kejernihan ruhiyah dan ketegasan pemikiran serta
sikap kesungguhan para pengemban dakwahnya Jalan dakwah adalah jalan pertarungan yang tak hanya membutuhkan kesungguhan, tapi mereka juga harus menyokong dengan kekuatan ruhiyahnya. Meskipun jalan yang ditempuh berat, berduri dan berliku. Tapi itulah jalan menuju kemenangan sejati.“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”(QS. ali-Imran: 142). Maka saatnya beroptimis dengan janji Allah dan teruslah berjuang dengan modal kesungguhan keimanan kita. semoga nasrullah itu akan segera datang dengan tegaknya syariah dan khilafah. Astagfiruka ya Rob, ‘ala kulli dzunub wa’ala kulli khotoya.. Semoga ini menjadi peringatan untuk kami,sehingga kami mampu menilai kualitas keimanan dan ketaqwaan serta dakwah kami untuk memenuhi syarat untuk disebut sebagai penolong agamaMU hingga layak kami mendapatkan Rahmat dan Ridho-Mu.
Bahan bacaan:
-
KitabTakatulHizbi
-
Kitab”khamiludDakwahwajibawasifa”
-
www.
Hizbut-tahrir.or.id
-
kitab”minmuqowimatnafsiyahIslamiyah”
-
dansumber-sumberlainnya