Dalam sejumlah nash Al-Qur’an maupun
hadist, banyak isyarat bahwa Islam akan kembali dimenangkan atas semua
keyakinan, agama dan ideologi yang ada.
Khilafah Islam juga akan tegak kembali. Itulah janji Allah,Seperti yang
digambarkan dalam nash ini :
“Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman dan beramal sholih diantara kalian. Bahwa Dia
benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa dibumi. Sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi
mereka agamayang telah Dia ridhoi untuk mereka: dan akan menukar(keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka
tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan apapun dengan Aku. Siapa saja yang(tetap)kafir
sesudah(janji)itu, mereka itulah orang-orang yang fasik(an-Nur:55)
Tak hanya
itu, tanda-tanda kemenangan itu pun sudah banyak kita indra dan kita rasakan
semakin dekat, sebagai jawaban bisyaroh Allah dalam nash-nash yang di kabarkan
pada kita. Sehingga digambarkan juga
oleh Syekh Taqiyudin bahwa kemenangan itu amat dekat, hanya sekedipan mata.
Sekarang, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menyikapi janji Allah itu.
Dalam
menyikapi janji Allah ini Nabi SAW dan para sahabat tidak diam dan menyerahkan
diri pada nasib, melainkan berjuang keras menyampaikan wahyu, membina
masyarakat, bahkan harus menanggung cacian dan ancaman pembunuhan. Beliau
senantiasa menyampaikan dakwah hingga masyarakat beriman. Disamping
terus-menerus berdakwah Rasulullah dan para sahabat senantiasa memperkuat diri dengan amalan sholih(kekuatan ruhiyah), amalan sholih yang dapat mengantarkan pada
kondisi datangnya janji Allah kepada mereka.
Kita harus
bersikap sebagaimana Rasulullah SAW pertama;kita harus meyakini
datangnya janji Allah tersebut(tsiqoh bi wa’dillah). Karena Ini bagian dari aqidah. Kedua; kita
harus melakukan berbagai upaya yang dapat mengantarkan kita pada turunya
pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT. Hal ini dalam rangka memenuhi seruan
Allah dalam surat Muhammad 7: Hai orang-orang yang beriman, jika kalian
menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan
kalian. Imam Ibn Katsir menyatakan ayat ini menunjukan bahwa balasan itu
sesuai denagn apa yang dikerjakan. Pada sisi lain, ayat tersebut menegaskan
bahwa ’menolong agama Allah’ merupakan syarat bagi’datangnya
pertolongan dan kemenangandari Allah SWT’. Karenanya, kewajiban kita adalah
memenuhi syarat itu yaitu menolong agamanya Allah dengan menjadi pengemban
dakwah.
Sebagai
penginggat, bahwa banyak nash Alquran maupun Hadits yang memerintahkan
kewajiban berdakwah ini. Allah SWT, antara lain, berfirman: Kaum Mukmin
laki-laki dan wanita itu sebagian mereka adalah penolong sebagian yang lain;
mereka melakukan amar makruf nahi mungkar… (TQS at-Taubah [9]: 71); Kalian
adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, melakukan amar makruf nahi
munkar, dan beriman kepada Allah… (TQS Ali Imarn [3]: 110); “Wahai anakku,
dirikankanlah shalat dan lakukanlah amar makruf nahi mungkar…” (TQS Luqman
[31]: 17).
Baginda
Rasulullah SAW juga bersabda, “Tidak seorang nabi pun yang Allah diutus di
tengah-tengah umatnya sebelumku, kecuali ia memiliki hawariyyun (para penolong)
dan orang-orang yang selalu terikat dengan sunnah-sunnahnya. Mereka selalu
mengikuti perintahnya. Namun kemudian, setelah mereka ada golongan umat yang
melakukan penyimpangan. Mereka menyatakan apa yang tidak mereka lakukan dan
melakukan apa tidak diperintahkan kepada mereka. Siapa saja yang berusaha
mencegah mereka dengan tangannya, dia adalah Mukmin. Siapa saja yang berusaha
mencegahnya dengan lisannya, dia adalah Mukmin. Siapa saja yang berusaha
mencegahnya dengan kalbunya, dia adalah Mukmin. Di luar itu, tidak ada keimanan
sedikit pun, meski sebesar biji sawi.” (HR Muslim).dan masih banyak lagi.
Karena
itulah, aktivitas amar makruf nahi munkar(dakwah) adalah aktivitas terpenting
di dalam syariah yang dibawa Baginda Nabi Muhammad SAW. Bahkan dengan aktivitas
inilah umat Muhammad diberi oleh Allah banyak kemulian. Mereka
diberi predikat pewaris nabi. Karena, merekalah yang mewarisi risalah yang
pernah diemban oleh para nabi dan Rasul. Dan
yang mendapatkan predikat ini tentu saja mereka yang mengamalkan dan
mendakwahkan ilmu mereka(al-ulama’al-‘amilun). Sebab jika mereka sekedar
berilmu, tapi tidak mengamalkan dan mendakwahkan ilmunya, kedudukan mereka
justru hina dimata Allah, bahkan akan mendapatkan azab yang sangat keras. “Manusia
yang akan merasakan azab yang paling keras paha hari kiamat adalah ulama yang
dengan ilmunya, Allah tidak memberinya manfaat”(HR Ibn Majah)Disamping itu,
banyak dorongan sekaligus pujian dari Allah dan RasulNya yang ditujukan kepada
para pengemban dakwah dan penyampai
hidayah Allah. Rasulullah SAW misalnya bersabda sebagaiman yang dituturkan Abu
Hurairah:
Siapa saja yang
menyeru manusia pada hidayah, maka ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh
oleh orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka(HR Muslim)
Sebuah Refleksi
Banyak dari
kita faham akan kewajiban-kewaiban diatas. Dan sudah menjadi bagian dari dakwah
itu , tapi terkadangterbesit pertanyaan: Mengapa kemenangan dakwah tak kunjung
datang, padahal kita telah menjadi bagian dari dakwah?hizb juga sudah semakin
lama semakin matang? Mengapa nashrullâh tak kunjung turun, padahal perjuangan
dakwah ini sudah berjalan puluhan tahun? Mengapa Khilafah tak kunjung tegak
berdiri, padahal jamaah dakwah ini, selama ini, konsisten mengikuti manhaj Nabi
saw?dll. Tidak jarang, pertanyaan-pertanyaan semacam ini memunculkan keraguan
dalam jiwa terhadap kesahihanfikrah (pemikiran)
dan tharîqah (metode dakwah) yang selama ini
ditempuh . Tidak jarang pula pertanyaan-pertanyaan di atas membersitkan
ketidak-tsiqah-an
pengmban dakwah itu terhadap harakah dakwah sekaligus qiyâdah-nya.
Pertanyaan-pertanyaan
di atas sebetulnya wajar, bahkan harus selalu menjadi bahan tafakur dan
renungan setiap pengemban dakwah. Namun, sudah selayaknya pertanyaan-pertanyaan
itu juga memunculkan sikap kritis terhadap diri kita. Sudahkah kita menjadi
pengemban dakwah sejati sebagaimana Rasulullah saw. dan para Sahabatnya? Sebab,
jangan-jangan tertundanya nashrullâh dan tak kunjung tegaknya Khilafah adalah
karena kualitas dakwah dan keimanan maupun ketakwaan kita yang masih sangat
jauh dibandingkan dengan generasi salafus-shâlih dulu.
Jika semua itu yang menjadi faktor mengapa nashrullâh,
kemenangan dan Khilafah tak kunjung segera terwujud, maka tidak ada cara lain
selain kita harus bersungguh-sungguh dalam dakwah dan segera bertobat dengan tawbat[an]
nashûha; kembali pada Allah dengan meningkatkan kualitas keaimanan
dan ketakwaan kita. Sebagaimana generasi salafus-shâlih mencontohkan.
Bersungguh-sungguh dalam Dakwah
Rasulullah
dan para sahabatnya adalah orang-orang yang tidak pernah mengenal lelah dalam
menyampaikan risalah Islam,meskipun mereka harus mengorbankan sebagian besar
waktu, tenaga, pikiran, harta benda, keluarga, bahkan nyawa sekalipun.mereka
adalah orang-orang yang senantisa menjadikan
dakwah sebagai poros hidup mereka, bahkan yang menentukan’hidup-mati’mereka.
Rasulullah
SAW dan para sahabat adalah orang-orang yang menomersatukan dakwah ketimbang
urusan-urusan diluar dakwah yang bersifat duniawi. Mereka bukanlah tipikal
orang-orang yang banyak disibukkan waktunya untuk mencari dunia(kecuali sekedar
memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya saja). Mereka juga tidak
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat,
meskipun mubah/halal. jika tidak, mana mungkin mereka berhasil menyebarluaskan
Islam keseluruh jazirah Arab dalam waktu singkat?Ini seharusnya menjadi
pelajaran bagi para pengemban dakwah saat ini, apalagi mereka yang ingin meraih
kemenangan, yang mencita-citakan
tegaknya kembali Khilafah Islam.
Sesungguhnya
saat ini, banyak diantara kita yang
mengklaim sebagai pengemban dakwah, bahkan menjadi anggota jama’ah dakwah,
hanya memposisikan diri layaknya kaum muslim kebanyakan; sebatas hanya menjadi
pendengar saja. Mereka semata-mata rajin menghadiri halaqah, liqa’, seminar,
atau banyak membaca buletin, tetapi tidak ada aktivitas dakwah yang
dilakukan kecuali hanya sedikit sekali.Mereka merasa cukup dengan itu. Inilah yang menjadi bahaya manakala hal itu menyusup ke dalam tubuh para
pengemban dakwah. Mengutip sebuah istilah kondisi mereka digambarkan bahwa
mereka enggan memanaskan diri dengan bara api yang menyala. Memang, bara api
itu akan membakar orang yang menggenggamnya, tapi tidaklah ia membakar
melainkan akan membersihkan segala kotoran-kotoran yang ada pada dirinya.
Seperti api yang membersihkan emas dari pengotornya..
Padahal mereka menyadari dengan baik sabda rasul berikut :Allah Mahabaik dan
tidak menerima kecuali yang baik-baik saja.(HR Muslim, at-Tirmidzi, dan
Ahmad).
Sebagaimana
Allah tidak menerima makanan jelek yang kita sedekahkan, Allah juga pasti tidak
akan menerima amalan kita yang jelek yang kita berikan bagi Islam. Bukankah
aktivitas dakwah yang minimalis adalah bagian dari sesuatu yang jelek?sebab,
sesungguhnya Islam menghendaki dari diri kita pengorbanan waktu, tenaga, dan
pikiran yang optimal serta harta yang baik. Islam menghendaki segala sesuatunya
yang terbaik dari diri kita. Tidakkah kita melihat bagaimana Abu Bakar
ash-shidiq yang menginfakkan seluruh hartanya dialan Allah dan jalan dakwah
Islam/ ketika beliau melakukan itu,
beliau ditanya Rasulullah “apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu, wahai
Abu Bakar?” beliau hanya menjawab”Aku meninggalkan bagi mereka Allah dan
RasulNya.
Demikianlah,
sesungguhnya Islam menghendaki dari setiap muslim waktunya, hartanya,
tenaganya, semangatnya, rumahnya, mobilnya, bahkan hidupnya. Sesungguhnya Islam
menghendaki setiap muslim’menjual’dirinya kepada Allah dan memberikan setiap
hari sesuatu yang baru bagi Islam. Tidakkah kita melihat bagaimana kesungguhan
Mus’ab bin Umair dalam berdakwah?Mus’ab setiap hari dalam hidupnya senantiasa
memberikan kontribusi baru bagi Islam didalam dakwah dan jihad yang
dilakukannya. Beliau adalah Da’i pertama dalam Islam dikota Madinah.
Ditangannyalah sebagian besar penduduk Madinah berhasil di Islamkan. Dia adalah
peletak pertama pondasi Negara Islam Mainah.
Lalu
bagaimana dengan kita? Sudah berapa orang kita Islamkan? Sudah berapa puluh
orang Islam yang berhasil kita ajak memasuki barisan dakwah Islam?apakah kita
telah berusaha keras untuk memahami Islam, mengamalkan dan mendakwahkannya?berapa
banyak harta yang kita infaqkan setiap minggunya untuk kepentingan dakwah
Islam?berapa malam setiap minggunya kita memikirkan aktivitas demi kebangkitan
Islam atau kemajuan Islam dikota tempat tinggal kita?berapa kali kita melakukan
amar makruf nahi munkar setiap harinya?demikian seterusnya.
Pertanyaan-pertanyaan
itu penting kita tanyakan pada diri kita untuk mengukur sejauh mana kita telah
mengorbankan diri kita untuk Allah. Lihatlah oleh kita seorang pekera pabrik,
seandainya dia tidak melakukan apapun;dia tidak bekerja selain mengisi daftar
hadir pada pagi hari dan pulang disore hari, kira-kira apa yang dihasilkan
olehnya?. Demikian juga seseorang yang sekedar’terdaftar’sebagai anggota
Jama’ah dakwah, sementara tidak ada atau sedikit yang ia lakukan untuk dakwah
dan jama’ahnya. Dia sekedar hadir disetiap halaqah dan tidak ada aktivitas lain
yang dilakukannya selain halaqah;apa yang dihasilkan dari dirinya dan apa pula
yang disumbangkannya bagi dakwah islam?. Mari kita renungkan!
Mengikat Kemenangan dengan Kekuatan Ruhiyah
Rasulullah
saw. dan para Sahabatnya, juga generasi salafush-shâlih setelah mereka, meraih
kemenangan demi kemenangan atas musuh-musuh mereka karena mereka senantiasa
berpegang teguh pada agama ini.
Di dalam
banyak kitab Sîrah telah diriwayatkan bahwa musuh mana pun tidak sanggup
bertahan lama menghadapi para Sahabat Rasulullah saw., bahkan Kerajaan Romawi
sekalipun, yang saat itu merupakan sebuah ‘negara adidaya’.
Mengapa
pasukan Romawi bisa dikalahkan oleh kaum Muslim? Inilah yang juga menjadi
pertanyaan Heraklius, penguasa Romawi saat itu. Saat berada di Antakiah dan
pasukan Romawi pulang dalam keadaan kalah menghadapi kaum Muslim, Heraklius
berkata kepada pasukannya, “Celaka
kalian! Jelaskan kepadaku tentang orang-orang yang berperang melawan kalian?
Bukankah mereka juga manusia seperti kalian?!”
“Benar,” jawab pasukan Romawi.
“Siapa yang lebih banyak pasukannya, kalian
atau mereka?”
“Kami lebih banyak pasukannya beberapa kali
lipat di semua tempat.”
“Lalu mengapa kalian bisa dikalahkan?” Tanya Heraklius lagi.
Salah seorang tokoh Romawi
berkata, “Karena
mereka biasa melakukan salat malam, berpuasa pada siang hari, menepati janji,
melakukan amar makruf nahi mungkar dan berlaku adil kepada sesama mereka.
Sebaliknya, kita biasa minum minuman keras, berzina, melakukan keharaman,
ingkar janji, merampok, menzalimi orang, memerintahkan hal-hal haram, melarang
hal-hal yang diridhai Tuhan serta membuat kerusakan di muka bumi.”
Kepada tokoh itu, Heraklius
berkata, “Kamu benar!” (Diriwayatkan oleh Ahmad bin Marwan
al-Malik, dalam kitab Al-Bidâyah (VII/15); juga oleh Ibnu Asakir).
Sebab-sebab
pembawa kemenangan juga pernah dijelaskan oleh salah seorang intel Romawi yang
dikirim untuk menyelidiki kondisi kaum muslim,ia berkata “Mereka
adalah ‘para biarawan’ (para ahli ibadah) pada malam hari dan para pendekar
ulung pada siang hari. Jika anak penguasa mereka mencuri, mereka memotong
tangannya, dan jika ia berzina, mereka merajamnya, untuk menegakkan kebenaran
di tengah-tengah mereka.”(Diriwayatkan Al-Baihaqi, dalam As-Sunan
al-Kubrâ, VIII/175).
Jelas,
kemenangan generasi Muslim terdahulu adalah karena keteguhan mereka dalam
berpegang teguh dengan agama ini. Sebaliknya, kekalahan yang mereka alami
adalah karena kebalikannya.Jika kita menelaah Perang Uhud, misalnya, kita akan
menemukan bahwa sebab kekalahan kaum Muslim di dalamya ialah karena perilaku
sebagian kecil dari mereka yang tidak menaati perintah Rasulullah saw. Sebagian
pasukan pemanah tidak disiplin,mereka bermaksiat terhadap perintah Rasulullah
saw. Akibatnya, 70 orang Sahabat terbunuh; perut mereka dibelah; hidung dan
telinga mereka dimutilasi; Rasulullah saw. sendiri terluka, wajah Beliau tergores,
dan sebagian gigi beliau rontok.
Maka, ketika
kemenangan dakwah kita tak kunjung datang, kita harus mencoba bermuhasabah.
Karena boleh jadi, semua itu berpangkal pada kemaksiatan kita, bukan karena
ketidaksahihan fikrah dan tharîqah dakwah kita. Mungkin selama ini kita belum
bisa menjaga kejernihan akal-pikiran kita; belum bisa memelihara kebersihan
hati kita dari penyakit riya, ujub, sombong, ambisi jabatan, dll; belum mampu
melindungi pandangan kita dari hal-hal yang haram; belum sanggup menjaga lisan
kita dari ucapan-ucapan yang tidak berguna; dan belum dapat mengendalikan
anggota tubuh kita dari perilaku maksiat. Mungkin selama ini kita juga sering
melalaikan akad, mengkhianati amanah (terutama amanah dakwah) serta melanggar
janji dan sumpah (terutama untuk taat dan patuh pada qiyâdah atas
nama Allah).Astagfilullah..Na’udhubillah min dzalik.
Umat yang sudah
berada dalam kesuraman ini membutuhkan cahaya yang benderang dari para
pengemban dakwah. Jika pengemban dakwahnya juga turut meredupkan cahaya agama
ini, maka bagaimana umat bisa kembali ke jalan kebenaran?
KHATIMAH
Maka saatnya
menjadikan diri kita sebagai penggenggam bara api yang menyala. Karena semua
pengorbanan diri dihadapan Allah tidaklah sia-sia. Kemuliaan dan kebangkitan
umat akan terwujud dengan kejernihan ruhiyah dan ketegasan pemikiran serta
sikap kesungguhan para pengemban dakwahnya
Jalan dakwah adalah
jalan pertarungan yang tak hanya membutuhkan kesungguhan, tapi mereka juga harus menyokong dengan kekuatan ruhiyahnya.
Meskipun jalan yang ditempuh berat, berduri dan berliku. Tapi itulah jalan
menuju kemenangan sejati.“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga,
padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum
nyata orang-orang yang sabar.”(QS. ali-Imran: 142). Maka saatnya beroptimis
dengan janji Allah dan teruslah berjuang dengan modal kesungguhan keimanan
kita. semoga nasrullah itu akan segera datang dengan tegaknya syariah dan
khilafah. Astagfiruka
ya Rob, ‘ala kulli dzunub wa’ala kulli khotoya.. Semoga ini menjadi peringatan
untuk kami,sehingga kami mampu menilai kualitas keimanan dan ketaqwaan serta
dakwah kami untuk memenuhi syarat untuk disebut sebagai penolong agamaMU hingga
layak kami mendapatkan Rahmat dan Ridho-Mu.
Bahan bacaan:
-
KitabTakatulHizbi
-
Kitab”khamiludDakwahwajibawasifa”
-
www.
Hizbut-tahrir.or.id
-
kitab”minmuqowimatnafsiyahIslamiyah”
-
dansumber-sumberlainnya